Pucuk di tiba ulam pun tiba, apa yang didapatkan
lebih dari yang diharapkan. Di negeri gingseng (julukan untuk negara
Korea) pekerjaanpun didapat dengan upah yang besar, ditambah lagi dengan
berbagai hasil tambahan melalu bonus overtime dan lain-lain. Sang
pengarep pun bergeming dari janji setia sehidup semati selalu bersama
sang istri tercinta. Riak-riak kerakusan pun mulai beranjak dari
kerangkeng taujih para tuan guru, memberontak mencuci otak dan akhlaq
sang Pengarep. Bukannya mencurahkan daya upaya untuk keluarga sebagai
mutiara terindah, namun beralih pada khayalan-khayalan indah lain dalah
kawah panas pesona si Solah (wanita lain yang lebih cantik). Keluarga
dilupakan, hutang-hutang tak dihiraukan, sementara istri dan anak di
kampung halaman menjerit talam kepiluan atas penghianatan dan
kemelaratan. Pengarep yang diharapkan sebagai titik balik menuju
keseahteraan keluarga berbalik menuju nadir penderitaan.
Mudah bagi Pengarep untuk berbicara indah pada si
Solah bahwa dia adalah duda. Dengan ripuah yang berlimpah Solah di gugu
dan diburu dengan ramah dan bergairah untuk ditundukkan hatinya. Hati
yang tunduk sangat mudah untuk untuk ditaklukkan dan dipermainkan,
dipasung dalah kisah rekayasa yang dibuat seolah-olah sebagai fakta.
Bulan demi bulan berlalu kesulitan hidup membuat
keluarga di lombok menjadi kian roboh, tak mampu berdiri lagi. Kondisi
ekonomi yang kian melemah tidak hanya membuat istri dan keluarga tidak
mampu lagi menebus kembali aset-aset keluarga. Bahkan barang-barang
berharga pun sedikit-demi sedikit habis terjual. Debitorpun mulai
berteriak menagih pokok dan bunga dari hutang yang diangkat, sehingga
apa yang ada dirumahpun dijual untuk membayar hutang.
Apa yang bisa diharapkan dari seorang yang telah
menggadaikan akhlaqnya pada nafsu selain dahaga yang menjerumuskan.
Seperti meminum air laut, semakin banyak yang diminum bukannya menghapus
dahaga namun semakin membuat haus. Perangkap itu sudah sedemikian parah
sehingga semakin masuk kedalamnya maka akan semakin terjerumus. Laksana
ikan yang terjebak jaring, semakin dia berusaha membebaskan diri maka
akan semakin terlitit dan terperangkap. Selama nafsu yang dituju, sahwat
sebagai pemicu, maka kita sudah menjadi sahabat syaitonnirrojim yang
terlaknati.
Demi mendapatkan Solah, kebohonganpun di tumpahkan,
fitnahpun dilontarkan. Istri dibuat menjadi mantan istri, status
berkeluarga menjadi duda. Istri yang menjual seluruh aset yang tersisa,
diceritakan sebagai mantan istri yang memeras suami. Naudzubillah,
sedemikian jauhkah petuah para tuan guru itu ditinggalkan. Karena telah
tunduk hatinya kepada Pengarep, Solahpun terracuni dengan mudah oleh
rekayasa fakta yang dirubah-rubah. Mudah bagi Solah untuk melontarkan
kata-kata keji ” kalian semua penjilat yang ga tau diri, sangat-sangat
menyesal aku pernah dekat dengan keluarga sampah dan pelacur murahan,
mohon tau diri ya..!!!. Kalimat itu adalah penghinaan bagi istri dan
keluarga Pengarep dan seluruh masyarakat sasak.
Itulah sekelumit kisah suram tragis dan kelam
perjalanan seorang Sasak yang berangkat diusung sebagai pahlawan, dan
pulang akan dinanti oleh cacian, dan hinaan. Dia telah menghancurkan
martabat dirinya, nama baik keluarganya, menghancurkan citra dan
perjuangan leluhurnya (orang sasak), demi memuaskan nafsunya saja.
Demikianlah ketika karakter yang tidak ditempa dengan sempurna, mudah
sekali goyak oleh hanya pesona nafsu sesaat yang melenakan. Selain itu
dasar-dasar ilmu yang semestinya menjadi bekal utama tidak cukup mumpuni
untuk dijadikan sebagai pilihan hidup dan jalan yang dititi.
Cukuplah ini menjadi pelajaran bagi kita semua.
Pelajaran tentang sebuah kesalahan agar jangan sampai terulang kembali
oleh kita, orang-orang terdekat dengan kita dan seluruh masyarakat. Agar
kita semua melakukan introspeksi dan mawas diri. Biarlah cerita nestapa
ini menjadi potret yang terbingkai rapi untuk kemuadian ketika kita
berpaling padanya kita bias berkata “saya tidak akan pernah berbuat
seperti itu” , sehingga senantiasa kita ingat dan tidak kita lupakan.
Bahwa sesungguhnya disetiap apa yang kita kerjakan kita harus berpegang
teguh pada cita-cita yang terpatri kokoh dalam sanubari. Disemai oleh
benih cinta tentang pengabdian, berakar kokoh dari kekuatan ilmu,
ditanam dalam ladang ketakwaan dan ketaatan pada robbul Izzah,
disuburkan dengan siraman anggur cinta dan kasih saying terhadap
keluarga, tumbuh subur oleh tempaan kerja keras dan pantang menyerah,
berbunga ikhlas dan kepasrahan yang utuh untuk berbuah kebahagian dunia
dan akhirat selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar