Rabu, 26 September 2012

Melacurkan Diri Demi Kenikmatan Sesaat

Singkat cerita, seorang TKI asal lombok bekerja di Korea sebut saja namanya Pengarep (yang menjadi harapan). Seluruh biaya keberangkatan ditanggung oleh istri dan keluarga istrinya. Berhubung biaya yang tidak sedikit, tanah sawah keluargapun pun digadaikan, bahkan untuk mencukupi biaya, keluarga dan istri juga berhutang disana-sini. Alhasil upaya keras yang mempertaruhkan aset keluarga pun berbuah dengan berangkatnya sang Pengarep di kuru setra perjuangan, korea. Negara impian sekian banyak terune lombok karena dianggap paling potensial untuk mengeruk potensi rupiah yang meruah.


Pucuk di tiba ulam pun tiba, apa yang didapatkan lebih dari yang diharapkan. Di negeri gingseng (julukan untuk negara Korea) pekerjaanpun didapat dengan upah yang besar, ditambah lagi dengan berbagai hasil tambahan melalu bonus overtime dan lain-lain. Sang pengarep pun bergeming dari janji setia sehidup semati selalu bersama sang istri tercinta. Riak-riak kerakusan pun mulai beranjak dari kerangkeng taujih para tuan guru, memberontak mencuci otak dan akhlaq sang Pengarep. Bukannya mencurahkan daya upaya untuk keluarga sebagai mutiara terindah, namun beralih pada khayalan-khayalan indah lain dalah kawah panas pesona si Solah (wanita lain yang lebih cantik). Keluarga dilupakan, hutang-hutang tak dihiraukan, sementara istri dan anak di kampung halaman  menjerit talam kepiluan atas penghianatan dan kemelaratan. Pengarep yang diharapkan sebagai titik balik menuju keseahteraan keluarga berbalik menuju nadir penderitaan.
Mudah bagi Pengarep untuk berbicara indah pada si Solah bahwa dia adalah duda. Dengan ripuah yang berlimpah Solah di gugu dan diburu dengan ramah dan bergairah untuk ditundukkan hatinya. Hati yang tunduk sangat mudah untuk untuk ditaklukkan dan dipermainkan, dipasung dalah kisah rekayasa yang dibuat seolah-olah sebagai fakta.
Bulan demi bulan berlalu kesulitan hidup membuat keluarga di lombok menjadi kian roboh, tak mampu berdiri lagi. Kondisi ekonomi yang kian melemah tidak hanya membuat istri dan keluarga tidak mampu lagi menebus kembali aset-aset keluarga. Bahkan barang-barang berharga pun sedikit-demi sedikit habis terjual. Debitorpun mulai berteriak menagih pokok dan bunga dari hutang yang diangkat, sehingga apa yang ada dirumahpun dijual untuk membayar hutang.
Apa yang bisa diharapkan dari seorang yang telah menggadaikan akhlaqnya pada nafsu selain dahaga yang menjerumuskan. Seperti meminum air laut, semakin banyak yang diminum bukannya menghapus dahaga namun semakin membuat haus. Perangkap itu sudah sedemikian parah sehingga semakin masuk kedalamnya maka akan semakin terjerumus. Laksana ikan yang terjebak jaring, semakin dia berusaha membebaskan diri maka akan semakin terlitit dan terperangkap. Selama nafsu yang dituju, sahwat sebagai pemicu, maka kita sudah menjadi sahabat syaitonnirrojim yang terlaknati.
Demi mendapatkan Solah, kebohonganpun di tumpahkan, fitnahpun dilontarkan. Istri dibuat menjadi mantan istri, status berkeluarga menjadi duda. Istri yang menjual  seluruh aset yang tersisa, diceritakan sebagai mantan istri yang memeras suami. Naudzubillah, sedemikian jauhkah petuah para tuan guru itu ditinggalkan. Karena telah tunduk hatinya kepada Pengarep, Solahpun terracuni dengan mudah oleh rekayasa fakta yang dirubah-rubah. Mudah bagi Solah untuk melontarkan kata-kata keji ” kalian semua penjilat yang ga tau diri, sangat-sangat menyesal aku pernah dekat dengan keluarga sampah dan pelacur murahan, mohon tau diri ya..!!!. Kalimat itu adalah penghinaan bagi istri dan keluarga Pengarep dan seluruh masyarakat sasak.
Itulah sekelumit kisah suram tragis dan kelam perjalanan seorang Sasak yang berangkat diusung sebagai pahlawan, dan pulang akan dinanti oleh cacian, dan hinaan. Dia telah menghancurkan martabat dirinya, nama baik keluarganya, menghancurkan citra dan perjuangan leluhurnya (orang sasak), demi memuaskan nafsunya saja. Demikianlah ketika karakter yang tidak ditempa dengan sempurna, mudah sekali goyak oleh hanya pesona nafsu sesaat yang melenakan. Selain itu dasar-dasar ilmu yang semestinya menjadi bekal utama tidak cukup mumpuni untuk dijadikan sebagai pilihan hidup dan jalan yang dititi.
Cukuplah ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Pelajaran tentang sebuah kesalahan agar jangan sampai terulang kembali oleh kita, orang-orang terdekat dengan kita dan seluruh masyarakat. Agar kita semua melakukan introspeksi dan mawas diri. Biarlah cerita nestapa ini menjadi potret yang terbingkai  rapi untuk kemuadian ketika kita berpaling padanya kita bias berkata “saya tidak akan pernah berbuat seperti itu” , sehingga senantiasa kita ingat dan tidak kita lupakan. Bahwa sesungguhnya disetiap apa yang kita kerjakan kita harus berpegang teguh pada cita-cita yang terpatri kokoh dalam sanubari. Disemai oleh benih cinta tentang pengabdian, berakar kokoh dari kekuatan ilmu, ditanam dalam ladang ketakwaan dan ketaatan pada robbul Izzah,   disuburkan dengan siraman anggur cinta dan kasih saying terhadap keluarga, tumbuh subur oleh tempaan kerja keras dan pantang menyerah, berbunga ikhlas dan kepasrahan yang utuh untuk berbuah kebahagian dunia dan akhirat selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar